Pasinaon Sejarah

Gelora perlawanan Diponegoro dan Pakubuwana VI

M.Ng. S. Adiprojo
December 14, 2023

Pangeran Diponegoro merupakan sosok pejuang panglima perang Jawa yang terkenal memberikan perlawanan paling sengit kepada Belanda, dalam perang Jawa (1825-1830). Sebagai putra Sri Sultan Hamengkubuwana III, Pangeran Diponegoro menggelorakan perang terhadap Belanda yang kelak mampu memberi pukulan telak dalam pemerintahan kompeni tersebut.

Tidak banyak yang dimengerti masyarakat umum, bahwa sebenarnya dibalik perjuangan Pangeran Diponegoro ini, dibantu oleh Keraton Kasunanan Surakarta. Salah satu tokoh vital yang membantu perjuangan sang pangeran adalah Sinuhun Pakubuwana VI.

Semasa memimpin Kasunanan Surakarta ( 1823 – 1830 ), Sinuhun Pakubuwana VI telah melakukan persekutuan dengan Pangeran Diponegoro. Dalam Babad Pakubuwana VI, disebutkan bahwa peran besar Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam perang Jawa adalah sebagai donatur sekaligus memberi bantuan logistik serta persenjataan perang. Salah satu tempat yang digunakan sebagai perundingan dan penyusunan strategi perang, sekaligus penyerahan bantuan dilakukan dengan berkedok melakukan ritual sesaji di hutan Krendowahono – Kaliyoso, Karanganyar. Hutan Krendowahono merupakan tempat bersemayamnya Bethari Kalayuwati yang dipercaya masyarakat Jawa sebagai penguasa kedhaton di Krendowano. Pada waktu itu, jarang ada orang yang berani masuk ke dalam hutan kecuali para utusan keraton yang hendak melakukan caos sesaji, sehingga Belanda tak menaruh curiga bahwa tempat ini dipakai sebagai tempat mengatur siasat dan strategi, sekaligus penyerahan bantuan dari Keraton Surakarta kepada Pangeran Diponegoro.


Kepiawaian Sinuhun Pakubuwana VI dalam mengemas bantuan agar tidak diketahui musuh, merupakan salah satu hal yang menarik untuk dicermati. Sinuhun Pakubuwana VI meletakkan berbagai logistik perang diantara uborampe sesaji. Jodhang sesaji yang biasanya dibawa ke dalam hutan, diselipkan uang,emas , senjata, serta berbagai kebutuhan perang lainnya. Bahkan Sinuhun Pakubuwana VI banyak memberikan pusaka-pusaka kepada Pangeran Diponegoro sebagai persenjataan bagi sang pangeran. Maka tak heran jika setiap lukisan dan patung Pangeran Diponegoro selalu digambarkan mengenakan keris dengan model gayam dan deder gagrak Surakarta, karena memang pada saat itu tak terhitung lagi jumlah pusaka Keraton Surakarta yang disumbangkan kepada Pangeran Diponegoro.

Selain alas Krendowahono, Sinuhun Pakubuwana VI juga kerap bertemu dengan Pangeran Diponegoro di Gua Raja, Selo - Boyolali. Beredarnya berita di masyarakat yang menceritakan bahwa Sinuhun Pakubuwana VI sering melakukan tapa brata sehingga dijuluki sebagai Sinuhun Bangun Tapa, merupakan gambaran bagaimana Sinuhun Pakubuwana VI kala itu kerap bertapa ke berbagai pedalaman hutan dan pegunungan untuk mengatur strategi melawan Belanda.

Penangkapan Pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830, berujung pula dengan penangkapan Sinuhun Pakubuwana VI pada Juni 1830. Sejak saat itu, Sinuhun Pakubuwana VI dibuang ke Ambon dan dibiarkan hidup terpencil di suatu daerah, sehingga Sinuhun harus bertani untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya. Meski demikian, perlawanan terhadap Belanda tak juga berhenti. Hingga kemudian Sinuhun Pakubuwana VI ditembak mati oleh Belanda. Sinuhun Pakubuwana VI meninggal di Ambon pada 2 Juni 1849. Belanda dengan licik mengabarkan kepada Keraton Surakarta bahwa Sinuhun Pakubuwana VI meninggal karena kecelakaan saat sedang berpesiar di kapal. Namun siasat ini akhirnya terkuak ketika makam Sinuhun Pakubuwana VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri tahun 1957.

Sinuhun Pakubuwana VI ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan S.K. Presiden RI No 294 Tahun 1964, tertanggal 17 November 1964.

Share this post
Tag 1
Tag 2
Tag 3
Tag 4