Pasinaon Sejarah

Ngapem dan Unggah-unggahan sebagai penutup Ruwah

Unggah – unggahan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang digelar di setiap akhir bulan Ruwah. Upacara ini masih tetap digelar oleh Karaton Surakarta sebagai wujud pelestarian kebudayaan Jawa.Tradisi ini dilaksanakan untuk mengakhiri atau menutup bulan Ruwah setelah dilaksanakannya nyadran ke makam para leluhur.

GKR Timoer - ngebluk - membuat adonan apem

Unggah-unggahan ini dilaksanakan oleh Karaton Surakarta Hadiningrat dengan tujuan untuk memule ( memuliakan ) para leluhur. Salah satu sarana yang dipakai sebagai pamulen, yakni upacara adat unggah-unggahan ini adalah apem. Apem sendiri dimaknai oleh orang Jawa sebagai “apuranen kangtumemen” yakni sebuah harapan ampunan untuk para leluhur. Apem ini menjadi simbol dalam tradisi unggah-unggahan sebagai manifestasi bentuk permohonan.

Para putri Karaton Surakarta bersama para abdi dalem menuju Bangsal Pradonggo

Tradisi ini dimulai dengan ngebluk– atau pembuatan apem oleh para abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat. Adonan tepung yang dibuat oleh para abdi dalem menimbulkan suara “ bluk-bluk’ sehingga membuat ritual pembuatan apem ini dikenal dengan ngebluk. Pembuatan adonan apem ini dilakukan oleh para abdi dalem keparak di dapur Karaton Surakarta.

Apem sendiri dimaknai oleh orang Jawa sebagai “apuranen kangtumemen” yakni sebuah harapan ampunan untuk para leluhur. Apem ini menjadi simbol dalam tradisi unggah-unggahan sebagai manifestasi bentuk permohonan.

Para abdi dalem mempersiapkan apem

Setelah seluruh adonan siap,maka apem didoakan oleh abdi dalem Juru Suranata Karaton Surakarta. Dalam hal ini, Karaton Surakarta pun membagi-bagikan apem bagi seluruh masyarakat yang antusias mengikuti acara ngapem dan unggah-unggahan di Karaton Surakarta. Dalam tradisi Jawa, beberapa apem yang telah didoakan dibawa dan diletakkan ke atap tempat tinggal sebagai simbol penyerahan urusan dengan leluhur kepada Sang Pencipta.

apem yang dibagi-bagikan pada para pengunjung
Share this post
Tag 1
Tag 2
Tag 3
Tag 4