Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari adalah dua pusaka gamelan Keraton Surakarta yang hanya ditabuh pada perayaan Sekaten. Gamelan sekaten ini akan dikirab dari Keraton Surakarta menuju Bangsal Pagongan di depan Masjid Agung Surakarta sebagai penanda dimulainya upacara Sekaten.
Menurut cerita tutur masyarakat, Gamelan Sekaten ini telah ada sejak era Kerajaan Demak. Konon, gamelan ini digunakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai daya tarik syiar Agama Islam. Bagi masyarakat Jawa gamelan juga dianggap sebagai pusaka kepraboning nata atau simbol keagungan seorang raja.
Pada era Mataram, Sultan Agung Hanyakrakusuma membuat sebuah gamelan yang diberi nama Kyai Guntur Sari pada tahun 1566. Angka tahun pembuatan Kyai Guntur Sari diperoleh dari pembacaan sengkalan yang tertera pada rancakan saron dan demung. Pada bagian tersebut terdapat ukiran buah nanas dan beberapa buah yang diletakkan dalam sebuah tempat. Menurut pradjapangrawit sengkalan tersebut dibaca Rerenggan wowohan tinata ing wadhah.
Pada tahun 1788 – 1820 Sinuhun Pakubuwana IV membuat sebuah gamelan sekaten dengan volume serta ketebalan yang lebih besar dibandingkan Kyai Guntur Sari. Gamelan tersebut kemudian diberi nama Kyai Guntur Madu, dengan sengkalan yang berbunyi Naga raja nitih tunggal.
Dua pusaka Keraton Surakarta ini, akan ditabuh - dimainkan pada setiap acara Sekaten. Kyai Guntur Madu akan memperdengarkan gendhing wajib yakni, Ladrang Rambu. Sementara Kyai Guntur Sari akan memainkan gendhing Ladrang Rangkung. Rambu dapat diartikan sebagai Robbunu, yang artinya Allah Tuhanku, sedangkan Rangkung dalam bahasa Arab bermakna Rokhun yang berarti jiwa besar. Dua gamelan ini ditempatkan di sisi Selatan dan Utara Masjid Agung Surakarta. Kyai Guntur Madu diletakkan di bangsal Pradonggo selatan, sementara Kyai Guntur Sari di bagian utara. Penempatan gamelan dalam penyajiannya merupakan aplikasi konsep budaya Jawa yakni keseimbangan hidup.
Komposisi ricikan pada dua perangkat gamelan Sekaten Keraton Surakarta, masing-masing terdiri dari : satu rancak bonang ,dua rancak demung, empat rancak saron barung, dua rancak saron penerus, satu rancak kempyang, sepasang atau dua buah gong besar, dan sebuah bedhug.
Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari merupakan pusaka agung warisan leluhur yang dimiliki Keraton Surakarta Hadiningrat. Dua gamelan sekaten ini merupakan pusaka kepraboning nata yang masih lestari hingga masa kini.
Sumber gambar : featured image, (1), (2) koleksi @aditya darmasurya https://www.flickr.com/photos/ariaman/6807101371/in/photostream/