Sekaten adalah upacara tradisional rutin tahunan yang diselenggarakan Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Rangkaian acara sekaten sendiri berlangsung dari tanggal 5 sampai 12 mulud penanggalan Jawa.
Secara historis, Sekaten sudah ada sejak masa Majapahit yang kala itu diselenggarakan dengan tujuan sebagai bentuk rasa syukur atas keselamatan yang dilakukan raja. Ketika peran Kerajaan Majapahit telah digantikan oleh Demak pada abad ke 16, Para Walisanga tetap melestarikan upacara Sekaten. Kanjeng Sunan Kalijaga saat itu membuat seperangkat gamelan yang kemudian diberi nama Kyai Sekati. Untuk memeriahkan perayaan Maulid Nabi, gamelan Kyai Sekati diletakkan di halaman Masjid Agung Demak. Gamelan tersebut dimainkan di halaman Masjid guna menarik perhatian masyarakat dari berbagai penjuru. Hal ini digunakan oleh para Walisanga pada saat itu untuk mendakwahkan agama islam.
Nama Sekaten sendiri memiliki beberapa arti diantaranya, Sekaten berasal dari kata Syahadatain yang berarti dua kalimat Syahadat yang dibaca ketika seseorang masuk dalam agama islam. Pemaknaan ini muncul karena memang Sekaten pada awalnya digunakan sebagai sarana Syiar Agama. Selain itu, Sekaten juga bisa berasal dari kata Sekati, sesuai nama gamelan awal yang digunakan dalam upacara Sekaten di era Demak.
Secara linguistik Sekaten juga berarti Sekati - an, Sekati sendiri bermakna setimbang karena orang hidup harus bisa menimbang hal baik atau buruk.
Sampai saat ini, Perayaan Sekaten Keraton Surakarta, adalah upaya pelestarian budaya dan tradisi leluhur sebagai Peringatan Maulid Nabi Muhammad. Sekaten Keraton Surakarta dimulai dengan beberapa agenda acara yang diselenggarakan hampir selama satu bulan penuh. Acara-acara tersebut diantaranya adalah :
1. Pasar Rakyat atau Pasar Malam.
Umumnya sebulan sebelum diadakan upacara adat Keraton Surakarta, terlebih dahulu dimulai dengan dibukanya Pasar Malam atau Pasar Rakyat di Alun-alun Utara Keraton Surakarta. Pasar Rakyat Sekaten biasanya akan menjual berbagai macam barang. Salah satu barang yang cukup populer yang dijual adalah berbagai alat pertanian, cangkul, ani-ani, cemeti atau cambuk, dan lain sebagainya. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa peralatan pertanian yang dibeli di Pasar Malam Sekaten mengandung berkah yang bisa membuat usaha pertanian berhasil. Sementara jajanan yang ramai dijual di Pasar Malam adalah telur asin sebagai simbol terlahir kembali dan mendapat keberkahan.
2. Miyos Gongso
Miyos Gongso adalah dikeluarkannya dua buah gamelan yang merupakan peninggalan jaman Demak dari dalam Keraton Surakarta. Dua buah gamelan tersebut bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari.
Dua buah gamelan tersebut kemudian dibawa dari Bangsal Sri Manganti melewati alun-alun utara, kemudian dibawa ke Masjid Agung dengan pengawalan para prajurit Keraton. Sebelum dikeluarkan dari keraton, gamelan akan diberi doa terlebih dahulu dan diberi sesajen. Setelah itu, diadakan serah terima dari utusan keraton kepada penghulu masjid. Gamelan akan ditempatkan di Bangsal Pradonggo atau Pagongan di selatan dan utara halaman muka Masjid Agung Surakarta. Pagongan adalah sebuah bangunan berbentuk panggung, yang secara khusus dipergunakan untuk menempatkan sekaligus memperdengarkan gamelan pusaka Sekaten setiap bulan Mulud. Saat ritual, pagongan dihiasi dengan janur (daun kelapa yang masih muda).
Menjelang gamelan dibunyikan, di komplek masjid ini juga banyak dijumpai para penjual sirih, kinang, dan telor asin.
Ada tradisi unik yang sudah berlangsung lama di masyarakat berkait gamelan sekaten ini, yaitu mengunyah sirih. Masyarakat percaya bahwa begitu mendengar gamelan ditabuh, kemudian mereka nginang (mengunyah kinang) maka dipercaya akan membuat awet muda.
Gamelan kemudian mulai dibunyikan ketika sudah ada utusan dari keraton yang memerintahkan untuk membunyikan gamelan, yaitu pada pukul empat sore. Begitu gamelan ditabuh, maka masyarakat akan berebut janur yang menjadi penghias pagongan. Dua alunan gending pembuka upacara Sekaten yang dimainkan adalah Rambu dan Rangkung.
3. Grebeg Mulud.
Puncak dari upacara Sekaten adalah Garebeg Maulud atau Grebeg Mulud. Grebeg Mulud berasal dari kata Garebeg atau Anggrubyung - Grubyuk atau berkerumun. Selain itu adapula yang mengartikannya sebagai Grebeg - Gumbrebeg atau riuh ramai. Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan Rayahan Gunungan.
Pada acara Grebeg Mulud pada tanggal 12 rabiul awal, Keraton Surakarta akan mengeluarkan Gunungan, yakni makanan sajian dan bahan makanan yang ditata menyerupai gunung.
Sebelum gunungan dikeluarkan, terlebih dahulu gamelan yang ada di Masjid Agung dibawa kembali ke keraton. Gunungan itu dibawa dari keraton lewat alun-alun lalu ke Masjid Agung untuk diberi doa terlebih dahulu oleh penghulu keraton. Iring-iringan pembawa gunungan itu di bagian paling depan adalah Canthangbalung, kemudian kesatuan prajurit keraton, sentana dalem, pembawa gunungan, dan abdi dalem. Gunungan tersebut kemudian dibagikan kepada semua yang hadir, tidak ketinggalan dikirimkan kepada Sinuhun, para sentana dalem, dan para punggawa kerajaan. Kemudian gunungan tersebut dibawa keluar dari Masjid Agung untuk diberikan kepada rakyat. Karena banyak rakyat yang ingin mendapatkan gunungan itu, maka mereka memperebutkan gunungan itu dengan dirayah. Hal itu terjadi karena telah menjadi kepercayaan masyarakat bahwa isi gunungan tersebut dapat mendatangkan berkah bagi siapa yang memperolehnya.
Upacara tradisi Sekaten untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad yang diselenggarakan Keraton Surakarta, adalah bentuk rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh Allah SWT. Sekaten sekaligus menjadi bentuk pelestarian budaya serta tradisi leluhur yang masih bisa kita saksikan setiap tahun pada bulan Mulud atau Rabiul Awal.
Narasumber : R.M. Riyo Panji Restu B. Setiawan S.Pd. M.Pd.
sumber gambar : (1) kompas.com/ anggara wikan prasetya https://travel.kompas.com/image/2018/11/13/212500027/melihat-uniknya-prosesi-pemindahan-gamelan-sekaten-keraton-surakarta?page=1 (2) kompas.com/anggara wikan prasetya https://travel.kompas.com/image/2018/11/13/212500027/melihat-uniknya-prosesi-pemindahan-gamelan-sekaten-keraton-surakarta?page=4 (3) kompas.com /anggara wikan prasetya https://travel.kompas.com/image/2018/11/13/212500027/melihat-uniknya-prosesi-pemindahan-gamelan-sekaten-keraton-surakarta?page=5 (4) https://www.medcom.id/foto/news/ObzAxaZN-kemeriahan-grebeg-sekaten-keraton-solo