( 1788 – 1820 ) Sri Susuhunan Pakubuwana IV adalah sultan ketiga Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang naik tahta pada tahun 1788. Putra dari sinuhun Pakubuwana II dari prameswari - permaisuri keturunan trah Kesultanan Demak – Kanjeng Ratu Kencana.
Sri Susuhunan Pakubuwana IV bernama asli Raden Mas Subadya dan memiliki sebutan “Sinuhun Bagus” atau “Sunan Bagus”, karena beliau dikenal memiliki wajah yang tampan. Sri Susuhunan Pakubuwana IV naik tahta dengan gelar Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping IV.
Sinuhun Pakubuwana IV dikenal pula sebagai seorang mubaligh yang sering menyampaikan khutbah di Masjid Agung Surakarta. Beliau bercita-cita bebas dari pengaruh VOC dan menjadikan Surakarta sebagai wilayah paling utama di Jawa. Cita -cita yang kemudian mendapat dukungan besar dari para ulama. Kedekatannya dengan para ulama itulah, yang kemudian membuat beliau dikenal pula dengan julukan Sinuhun Wali.
Ambisi besar Sinuhun Pakubuwana IV adalah menyatukan kembali wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Selain itu, Sinuhun Pakubuwana IV terkenal dengan keberaniannya dalam menentang sikap dan peraturan VOC. Dalam puncaknya, VOC yang bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I pada November 1790 akhirnya mengepung Keraton Surakarta. Peristiwa pengepungan Keraton Surakarta tersebut dikenal dengan peristiwa “ Pakepung”.
Sinuhun Pakubuwana IV mengalami pergantian pemerintahan kolonialisme, dari Inggris kembali ke Belanda. Atas minatnya dalam mendukung perkembangan pendidikan islam, Sinuhun Pakubuwana IV juga memberikan izin kepada Kyai Jamsari, untuk mendirikan pondok pesantren yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Jamsaren.
Di masa pemerintahan Sinuhun Pakubuwana IV,beliau memprakarsai pengadilan yang menerapkan hukum agama dengan mendirikan Pengadilan Surambi. Pengadilan yang dilaksanakan di serambi Masjid Agung Surakarta ini, dipimpin oleh seorang penghulu yang dibantu oleh empat ulama. Biasanya penghulu atau kepala masjid, terutama pada hari Kamis dan Senin mengadakan persidangan yang dihadiri ahli-ahli di serambi Masjid Agung Surakarta.
Peninggalan beliau adalah mustaka - mahkota atap dari Masjid Agung Surakarta yang pada awalnya dibuat dengan lapisan emas murni 7,68 kg seharga 192 ringgit. Bentuknya pun berbeda dengan bentuk mahkota atap masjid pada umumnya yang menggunakan bentuk bulan sabit. Pada mustaka ini digunakan sebuah bentuk paku yang menancap bumi. Simbol dari Sinuhun Pakubuwana penguasa bumi.
Selain mahkota atap masjid, peninggalan-peninggalan bangunan Sinuhun Pakubuwana IV di antaranya adalah Gerbang Sri Manganti, Dalem Ageng Prabasuyasa, Bangsal Witana Sitihinggil Kidul, Pendapa Agung, Kori Kamandhungan, dan Dalem Poerwadiningratan.
Di bidang Kasusastran, kitab sastra karangan Sinuhun Pakubuwana IV adalah Wulang Sunu, Wulang putri, Serat Wulang Reh, Serat Wulang Tata Krama, Cipta Waskita, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna-Muni.
sumber gambar : (1) Jaka Nur Sukma (google.com)