Pasinaon Sejarah

Sri Susuhunan Pakubuwana X

M.Ng. S. Adiprojo
December 14, 2023

( 1893 – 1839 ) Penerus tahta Karaton Surakarta Hadiningrat setelah mangkatnya Sinuhun Pakubuwana IX adalah Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno yang telah dinobatkan sebagai Pangeran Mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adiapti Anom Hamangkunagoro Sudibyo Rajaputra Narendra ing Mataram ke V pada usia yang ke-3 tahun. Beliau adalah putra ke -21 Sinuhun Pakubuwana IX dari permaisurinya GKR Paku Buwana III ( KRAy Kustiyah ).
Naik tahta menggantikan ayahandanya sebagai raja di Karaton Surakarta Hadiningrat bergelar Sahandhap Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana Senapati  ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Kaping X atau secara singkat disebut  Sri Susuhunan Pakubuwana X.

Masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana X secara resmi berlangsung selama 46 tahun. Pada masa pemerintahan ini Karaton Surakarta Hadiningrat mencapai puncak kejayaannya atau mengalami masa ke-emasan. Hal ini terbukti dengan majunya peradaban di Surakarta yang ditengarai dengan perkembangan teknologi, sastra, pendidikan, ekonomi dan stabilitas sosial. Beberapa bukti yang masih terlihat sampai saat ini diantaranya adalah, pemberdayaan ekonomi di Pasar Gede Harjonagoro. Sri Susuhunan Paku Buwana X membangun berbagai fasilitas umum untuk kesejahteraan masyarakat yang diantaranya adalah dalam bidang kesehatan ; Rumah Sakit Kadipolo, Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan, Rumah Sakit Panti Roga, memberikan bantuan renovasi perumahan bagi masyarakat yang tidak mampu dalam kaitannya dengan membasmi penyakit pes dan kolera.

Dalam bidang Pendidikan diantaranya adalah mendirikan pamulangan Mamba'ul Ulum di Masjid Agung untuk mengembangkan Syiar agama islam, beliau mendirikan Pesantren Jam Saren, mendirikan pamulangan Kasatryian - sekolah khusus putra, Pamardi Siwi, Pamardi Putri -sekolah khusus putri sebagai tempat untuk belajar para bangsawan dan anak-anak birokrat Keraton yang letaknya berada di njeron mbeteng – berada dalam benteng Karaton Surakarta, beliau juga mendirikan PaDaSuKa ( Pasinaon Dalang Ing Surakarta ) untuk masyarakat umum, memfasilitasi pengembangan-pengembangan keilmuan melalui paheman Radya Pustaka. Mendirikan sekolah-sekolah rakyat. Memberikan beasiswa yang bernama Bandha Pawiyatan kepada para pemuda Bumi Putera yang memiliki potensi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Belanda.

Dalam bidang ekonomi, Sri Susushunan Paku Buwana X, menggagas berdirinya perbankkan untuk kesejahteraan masyarakat Surakarta yakni dengan mendirikan Pegadaian Banda Lumaksa, mendirikan berbagai tempat perkembangan ekonomi diantaranya adalah Pasar Gede Harjonagoro, Pasar Harjodaksino, memberikan pinjaman kredit bagi masyarakat agar terbebas dari jeratan rentenir yang marak pada jaman itu, memberikan kredit perumahan layak huni bagi masyarakat yang tidak mampu.

Pembangunan infrastruktur modern di masa Sri Susuhunan Paku Buwana X membawa serangkaian perubahan di Kota Surakarta. Beberapa bangunan penting dibangun oleh Sri Susuhunan  Paku Buwana X di antaranya adalah Pasar Gede Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Sangkrah – Solo Kota, Stadion Sriwedari, Kebun binatang Jurug, Jembatan Jurug di Timur kota, Taman Balekambang, Rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, Rumah singgah untuk tuna wisma, Rumah pembakaran jenazah bagi warga Tionghoa, serta gapura-gapura di batas kota.
Sinuhun Pakubuwana X juga merombak bangunan fisik Masjid Agung Surakarta, Masjid Kotagede, dan Masjid Imogiri yang masuk dalam wilayah Kasunanan Surakarta.

Dalam bidang pengembangan organisasi sosial dan pergerakan Nasional, Sri Susuhunan Pakubuwana X memfasilitasi berdirinya organisasi pergerakan nasional Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Sarekat Islam, membangunkan wadah organisasi yang bernama Gedung Societiet Habiproyo untuk pemuda Bumi Putera, memberikan ijin dan dukungan berdirinya monumen peringatan 10 tahun Kebangkitan Nasional ( Tugu Lilin ) yang berada di wilayah kelurahan Penumping. Memberikan pembiayaan kepada organisasi masa islam Muhammadiyah. melalui Kepatihan yang diwakili oleh Patih KPH Adipati Joyonegoro Keraton Surakarta membrikan juga bantuan kepada perkembangan organisasi islam Nahdlatul Ulama ( NU ). Mendelegasikan para pemuda bangsawan keraton dalam kongres pemuda pemudi di Batavia ( Sumpah Pemuda ). Bahkan Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta ( 1938 )  diadakan pada masa pemerintahannya.

pernikahan PB X dengan GKR Hemas

Sri Susuhunan Pakubuwana X selama hidupnya memiliki 2 permaisuri dan 39 Priyantun Dalem ( Selir ) dan dari istri-istrinya itu melahirkan putra-putri sebanyak 64. Permasisuri pertama beliau adalah putri dari KGPAA Mangkunegara IV yang bernama BRAj. Sumarti yang kemudian bergelar Raden Ayu Adipati Anom, dan kemudian bergelar GKR Paku Buwana V setelah Sang Suami menjadi raja. Adapun permaisuri yang kedua merupakan putri dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII yang bernama GRAj. Mursudarinah, yang kemudian bergelar GKR Hemas dan dikarunia seorang putri bernama Gusti Raden Ajeng Sekar Kedaton yang kemudian bergelar GKR Pembayun.

  • Sri Susuhunan Paku Buwana X mendapatkan julukan sebagai " Sinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana " seiring dengan pemerolehan gelar tanda kehormatan sebagai Letnan Jenderal Tituler dari Kerajaan Belanda dan tanda kehormatan bintang "Grootkruis in de Orde van de Nederlandse Leeuw van company". Adapun bintang-bintang dari negara-negara lain yang diberikan sebagai penghargaan kepada Sri Susuhunan Paku Buwana X diantaranya adalah :
  • Ridêr grootkruis van de orde van oranyê nasao met dhê swardhên,
  • Grut krèising konênglêkê ordhê ing nagara Kamboja ( Grand Cross of the Royal Order of Cambodia (G.C.C.) - Kamboja ).
  • Grut krèising krun ordhê ing nagari Siyêm ( Knight Grand Cross of the Most Noble Order of the Crown of Thailand (G.C.C.T.) - Thailand (6 Juli 1896).
  • Ridêr van dhèn twedhên gradhê twedhê klasê pan dhên dhut bêlêdrak ing nagari Cina. ( Imperial Order of the Double Dragon, First Class Second Grade - China )
  • Grut krèis dhèr mèkêlên burêh sêhis ordhê pan dhê wèndhisêkrun ( Grand Cross of the House Order of the Wendish Crown - Dinasti Mecklenburg (1910),
  • grut krèising ordhê nisan, iptikar ing nagari Tunis (Grand Cordon of the Order of Glory - Tunisia ).
  • Riddhêr dheirstê klasê dhèr ordhê pan dhèn kimkan ing nagari Anam ( First Class of the Order of Kim Khanh ).
  • Grut krèis militèr ordhê pan onsên hirê Yesus Kristus ing nagari Portugal.
  • Grut krèis pan dhèn kèsêrlêkê ordhê pan dhèn drak ing nagari Anam.
  • Grut krèising ordhê pan dhèn witên olipan ing nagari Siyêm.
  • Grut krèising ordhê pan Leyopol II ing nagari Bèlgi.
  • Grutê erêtekên mèt hetlin dhèr huhstêklasê purkir dhênstên saking republik nagari Ostênrik.
  • Grut krèising konênglêkê ordhê pan dhê sêtèr ing nagari Ansuwan.
  • Grut krèising ordhê pan dhê pulsêtèr ing nagari Swedhên.
  • Grut krèising krun ordhê ing nagari Itali.
  • Grut opisiring ordhê leyopol ing nagari Bèlgi.
  • Grosê goldhênê erênseigên mit dhêm sêtèrên ing nagari Ostênrik.
  • Ridêr twedhê klas mèt dhê sêtèr dhèr ordhê pan pêrdhinstên pan sin migaèl, ing nagari Bèiyêrên.
  • Ridêr twedhê klas mèt dhê sêtèr dhèr ordhê pan dhèn rodhên adhêlar ing nagari Prèisên.
  • Komandhur mèt dhê sêtèr dhèr ordhê pranês yosèp ing nagari Ostênrik.
  • Komandhur irstê klasê mèt dhê sêtèr dhèr ordhê pan Hèndrik dhê leyo ing nagari Brinêswèik.
  • Komandhur dhèr irstêgrad pan dhê dhanêbrohsê ordhê ing nagari Dhènêmarkên,
  • Komandhur mèt dhê plak dhèr ordhê pan dhê swartê sêtèr ing nagari Benin.

Lambang Kerajaan yang bernama Sri Radya Laksana sebagaimana yang masih berlaku hingga masa sekarang ini, diciptakan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana X pada tahun 1922 sebagai pengganti dari lambang kerajaan yang sebelumnya yang bermahkotakan Crown. Penggantian mahkota ini sekaligus sebagai penanda identitas kekuasaan kerajaan Jawa. Apabila diamati dan dibandingkan dengan bentuk-bentuk mahkota dalam pewayangan, maka mahkota yang digunakan sebagai simbol di Surakarta Hadiningrat adalah mahkota raja sebagaimana yang dipakai oleh Prabu Kreshna, Prabu Baladewa, dan lain sebagainya. Demikian pula identitas ini juga terlihat pada pemakaian simbol mahkota pada Praja Kejawen lainnya, diantaranya adalah Karaton Ngayogjakarta yang memiliki simbol dengan mahkota songkok yang melambangkan sebagai senopati atau panglima perang. Adapun untuk kadipaten Mangkunegaran dan Pakualaman, simbol mahkota yang dipakai adalah mahkota sebagaimana yang dipakai oleh Adipati dalam pewayangan, contoh Adipati Karna yang menunjukkan statusnya sebagai pemerintahan Kadipaten.

PB X ziarah ke makam Luar Batang

Sri Susuhunan Paku Buwana X wafat pada usia 72 tahun, yakni pada tanggal 1 Suro - Je 1870 atau tanggal 20 Februari 1939 jam 08.00 pagi. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman para raja Mataram di Imogiri dengan kedhatonnya yang bernama Kedhaton Girimulyo.

Berkat jasa-jasa beliau dalam memajukan peradaban pada masa itu dan tindakannya yang memfasilitasi pergerakan kemerdekaan Nasional maka Sri Susuhunan Paku Buwana X ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan S.K. Presiden No. 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, ditahun yang sama beliau juga mendapatkan bintang kehormatan dari presiden yang bernama Bintang Maha Putera Adipradana.

Daftar Pustaka :

  • Pustaka Sri Radya Laksana, Prajaduta, 1939.
  • Biwaddha Nata Surakarta, Wangsaleksana, 1936.

Share this post
Tag 1
Tag 2
Tag 3
Tag 4