Wayang merupakan salah satu bentuk kesenian yang telah berkembang sejak zaman prasejarah. Keberadaan wayang sebagai bentuk seni pertunjukan, telah populer di tengah masyarakat Jawa dan disenangi oleh berbagai lapisan masyarakat. Dalam Prasasti Wukajana dari zaman Mataram Hindu (abad 10 Masehi ) telah menyebutkan adanya pertunjukan wayang yang diadakan untuk upacara ritual dengan cerita BimaKumara.
Dalam serat kakawin arjuna wiwaha, era Prabu Airlangga abad ke 11 Masehi, disebutkan mengenai gelaran wayang yang tertulis sebagai berikut :
Kalimat dalam kakawin arjuna wiwaha ini menceritakan bagaimana orang dapat terpengaruh cerita wayang tanpa menyadari bahwa wayang hanyalah benda yang terbuat dari kulit, di gerak-gerakkan dengan perantaraan seorang dalang. Hal ini menunjukkan bagaimana orang Jawa zaman dahulu sudah mengenal seni pertunjukan wayang dan terpengaruh oleh jalan ceritanya.
Berita-berita ini memberikan sebuah informasi bahwa seni pertunjukan wayang telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Para raja di Keraton sendiri memiliki perhatian khusus terhadap perkembangan kebudayaan,terutama wayang yang selanjutnya membuat seni pertunjukan wayang kulit semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan maraknya penciptaan dan pengembangan figur wayang kulit oleh pihak keraton dari masa ke masa.
Karaton Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan wayang di Jawa masih menyimpan berbagi koleksi, diantaranya adalah wayang kulit purwa, madya, gedhog dan klithik dengan berbagai ragam dan jumlah wanda yang berbeda. Keseluruhuan kotak wayang yang dimiliki oleh karaton Surakarta hingga saat ini berjumlah 18 kotak wayang.
a. Wayang Kanjeng Kyai Jimat.
Wayang Kanjeng KyaiJimat merupakan karya Sinuhun Paku Buwana IV atau Sinuhun Bagus ( 1788 – 1820). Pembuatan wayang Kanjeng Kyai Jimat mengacu pada perangkat wayang kulit Kyai Mangu ( wayang karya Sinuhun Paku Buwana III ). Bentuk wayang tersebut keselurahannya diperbesar satu palemahan dari wayang aslinya dan seluruh wayang katongan menggunakan mahkota.
Seluruh wayang tersebut dibuat oleh penatah Cermapangrawit, Kyai Gondo beserta para abdi dalem penatah lainnya. Untuk menandai proses pembuatannya Wayang Kanjeng Kyai Jimat diberi candra sengkala yaitu Yaksa Sikara Angrik Panggah (1725 Jawa atau 1803 Masehi) berwujud figur tokoh Kumbakarna dengan dua tangan yang dapat digerakan, posisi muka longok dan mulut menganga seperti harimau yang sedang mengaum. Wayang Kanjeng Kyai Jimat ini memiliki tiga tokoh wayang utama atau tindhih (pemimpin) berupa dua figur tokoh Arjuna Wanda Jimat dengan warna sunggingan kampuh biru muda (biru endhog bebek) dan putih, Gathutukaca Wanda Bedhug, dan Surata Patih Madukara, beserta Tapak Asma Dalem (Hasil Karya pribadi Paku Buwana IV).
Wayang perangkat Kanjeng Kyai Jimat ini di-isis (diangin-anginkan) setiap hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) wuku Mandasiya bertempat di Sasana Handrawina.
b. Wayang Kanjeng Kyai Kadung.
Wayang Kanjeng Kyai Kadung merupakan perangkat wayang ciptaan Sinuhun Paku Buwana IV yang pembuatannya mengacu pada perangkat wayang Kyai Kanyut. Wayang ini bentuk posturnya diperbesar (dijujud) satu palemahan dari wayang aslinya sehingga terlihat memiliki ukuran yang lebih besar. Wayang Kanjeng Kyai Kadung ini dibuat oleh Ki Cermapangrawit, Ki Gandratuna dan Ki Cermajaya yang kemudian diberi sengkalan yakni Wayang Loro Sabdaning Nata (1726 Jawa atau 1804 Masehi). Pemberian candra sengkala tersebut sesuai dengan banyaknya jumlah perangkat wayang karya Sinuhun Paku Buwana IV, yang pada waktu itu berjumlah dua kotak, yakni perangkat wayang Kanjeng Kyai Jimat dan kemudian disusul oleh perangkat wayang Kanjeng Kyai Kadung
Bentuk fisik perabot wayang Kanjeng Kyai Kadung sama dengan wayang Kanjeng Kyai Jimat, hanya saja pada figur wayang putren seluruh tinggi dan besarnya ditambah (dijujud), selain itu wayang putren dan katongan ada yang menggunakan mahkota topong dan mahkota topong kethu supaya terdapat keselarasan antara tinggi dan besarnya. Wayang Kanjeng Kyai Kadung ini menjadi pangeraman (gumunan), walaupun keseluruhan bentuknya sudah dijujud tetapi masih bisa terlihat sebet seperti belum dijujud,wayang ini juga memiliki berbagai macam wanda (rangkep).
c. Wayang Kanjeng Kyai Dewa Katong.
Wayang Kanjeng Kyai Dewa Katong merupakan wayang gedhog karya Sinuhun Paku Buwana IV. Wayang gedhog sendiri merupakan wayang yang ceritanya diambil dari cerita Panji. Dalam proses pembuatannya Sinuhun Paku Buwana IV mengutus Cermapangrawit beserta abdi dalem penatah lainnya. Selain itu terdapat pula abdi dalem penatah pethilan bernama Sadongsa yang berasal dari Desa Palar ( Klaten ) yang ditugaskan untuk menatah wayang kulit Batara Guru wanda Krena (Karna). Dari sinilah awal mula seluruh wayang jujudan di Surakarta terdapat Batara Guru wanda Krena (Karna). Wayang gedhog itu sendiri memiliki berbagai kesamaan wanda dengan wayang purwa, hanya saja dalam wayang gedhog tokoh-tokohnya menggunakan tekes. Polanya diambil dari wayang buatan Kartasura yang bernama Kyai Banjěd, dibentuk postur tubuhnya dan dipatut busananya, yang tadinya bajujak (tidak urut tinggi rendahnya)supaya menjadi lebih ribik (rapi).
Wayang gedhog Kanjeng Kyai Dewa Katong disebut pula dengan nama Kanjeng Kyai Jayeng Katon. Sinuhun PakuBuwana IV awalnya menamai wayang gedhog karya beliau dengan nama wayang Kyai Jayeng Katong, karena akan dijodohkan dengan seperangkat gamelan Pelog yang dibawa dari Karaton Kartasura, yang bernama Kyai Dewa Katong. Kemudian, justru nama gamelan itu yang lebih populer, hingga nama wayang gedhog tersebut lebih dikenal masyarakat sebagai Kanjeng Kyai Dewa Katong.
Selesainya pembuatan wayang Kanjeng Kyai Dewa Katong ditandai dengan sengkalan yang berbunyi Tanpa Guna Pandita Ing Praja, yang menunjukan tahun 1730 AJ (sekitar 1802-1803 Masehi).
a. Wayang Kyai Pramukanya.
Kyai Pramukanya merupakan wayang kulit purwa buatan Sinuhun Paku Buwana II ( 1713-1739), ketika Keraton masih di Kartasura. Jumlah wayang dalam kotak perangkat Kyai pramukanya sekitar 200 buah. Perangkat wayang ini diberi candrasengkala Buta lima angoyag jagad (1655 Jawa atau1733 Masehi), dengan perwujudan figur tokoh wayang raksasa yang memiliki hidung besar yang disebut Buta congklok atau Buta Terong. Wayang ini merupakan hasil dari tatahan abdi dalem panatah, Cermapangrawit yang dikenal pula dengan nama Cermaganda.
Perangkat wayang Pramukanya yang ada di Karaton saat ini merupakan wayang putran atau duplikat dari perangkat wayang yang dibuat pada masa Sinuhun Paku Buwana VII (1833-1855) yang disebut sebagai Pramukanya Nem (Muda),sedangkan Pramukanya yang asli buatan dari Sinuhun Paku Buwana II. Setelah beliau mangkat kemudian wayang ini dihadiahkan kepada salah satu putra dalem. Kemudian wayang ini diberi nama menurut tindhihnya, yakni Permadi Wanda Pramukanya. Wayang ini diisis (diangin–anginkan) setiap hari Kamis dan disimpan di Gedhong Lembisana.
b. Wayang Kyai Mangu.
Kyai Mangu merupakan perangkat wayang kulit purwa yang dibuat oleh Sinuhun Paku Buwana II (1749-1788) yang mengutus abdi dalem penatah yakni Ki Gandratuna dan Ki Cermapengrawit. Perangkat wayang ini dinamakan berdasarkan tindhih yang terdapat pada perangkat wayang tersebut yakni tokoh Arjuna Wanda Mangu yang aslinya dibuat pada zaman Sunan Amangkurat Kartasura pada tahun 1683 Masehi. Proses pembuatan perangkat wayang Kyai Mangu ini mengacu atau mengambil pola dari wayang Kyai Pramukanya dan dapat diselesaikan pada tahun 1697 Jawa (1775 Masehi).
c. Wayang Kyai Kanyut.
Wayang Kyai Kanyut adalah yasan atau karya dari Sinuhun Paku Buwana III, diberi nama Kyai Kanyut karena terdapat tokoh Arjuna Wanda Kanyut sebagai tindhih di dalamnya. Wayang Kyai Kanyut ini mengambil pola dasar dari bentuk wayang Kyai Mangu yang dijujud satu palemahan. Wayang ini tahun pembuatannya bersamaan dengan wayang Kanjeng Kyahi Jimat dan Kanjeng Kyai Kadung, diisis setiap Anggara Kasih (Selasa Kliwon) wuku Kurantil atau Prangbakat di dalam Sasana Handrawina.
d. Wayang Kyai Dagelan.
Wayang Kyai Dagelan merupakan perangkat wayang yang berisi beraneka ragam punakawan, ricikan, dan berbagai properti pertunjukan lainya (pepohonan, bangunan, kendaraan,dan lain sebagainya). Wayang ini merupakan karya dari Sinuhun Paku Buwana V, wujud dari Petruk saat bernama“Kanthong Bolong” dan wujud Petruk saat menjadi raja, dalam cerita Petruk dadi ratu, merupakan salah satu jenis wayang Kyai Dagelan. Berbagai aneka tumbuhan dan fauna kekayaan Nusantara,khususnya Jawa sekira 200 tahun yang lalu telah digambarkan secara sempurna dalam wujud wayang kulit Kyai Dagelan.
Kereta api, sepeda genjot, penjara, senggot dan banyak wujud lucu-lucu lainnya membuat koleksi wayang pusaka ini diberi nama Kyai Dagelan. Perangkat ini diisis setiap hari Selasa Kliwon wuku Kurantil,bergantian dengan perangkat Kyai Kanyut.
e. Wayang Kyai Banjed.
Wayang Kyai Banjed merupakan wayang gedhog yasan (karya) Sinuhun Paku Buwana II (1749-1788). Tokoh Panji dalam wayang ini dibuat mirip dengan tokoh Arjuna, sedangkan wajah wayang Gunungsari dibuat mirip dengan Samba. Sengkala memet berupa wayang Bathari Durga berbaju dan memakai sepatu, memegang cis. Sengkalan memet ini menandakan tahun pembuatan wayang Kyai Banjed yakni 1656 tahun Jawa (Wayang mosik rasane widadari ) atau tahun 1731 Masehi.
f. Wayang Kyai Menjangan Mas
Kyai Menjangan Mas merupakan yasan Sinuhun Paku Buwana X (1893-1939) dengan angka tahun 1837 Jawa1915 Masehi. Bentuk wayang ini mengambil pola Kanjeng Kyai Kadung dengan ukuran yang diperkecil yakni terpaut sekitar empat palemahan dari wayang aslinya sehingga lebih sesuai digunakan oleh dalang wanita atau anak-anak. Wayang Kyai Menjangan Mas ini dibuat oleh Sinuhun Paku Buwana X untuk putra kesayangannya yang bernama K.G.P.H Kusumayuda yang semasa kecilnya bernama G.R.M Abimanyu. Berdasarkan keterangan inilah kemudian perangkat wayang Kyai Menjangan Mas sering disebut pula dengan sebutan Kyai Abimanyu.
g. Wayang Kyai Pramukanya Kadipaten
Kyai Pramukanya Kadipaten adalah wayang yang dibuat oleh Sinuhun Paku Buwana III, ketika masih bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.
Wayang ini dibuat berdasarkan dari pola dasar wayang Kyai Pramukanya, yang tingginya ditambah setengah palemahan. Semua tokoh raksasa dan kera dibuat bermata satu, dengan wanda yang lengkap, ditatah oleh Crěmapangrawit dan Kyai Ganda, sementara ricikan (pelengkapnya) diukir oleh Cremanatas, Cremajaya, Crematruna, dan Cremadongsa. Wayang ini memiliki sengkalan “Tanpa muksa panditaning praja” atau 1700 tahun Jawa ( 1775 Masehi )
h. Wayang Kyai Sri Wibawa
Wayang Kyai Sri Wibawa adalah wayang Gedhog yang dibuat oleh Sinuhun Paku Buwana X pada 1839 tahunJawa.