Sabda dari Sinuhun Paku Buwana X tentang bangunan-bangunan dalam Karaton Surakarta.
“Janganlah keraton Surakarta Hadiningrat hanya dilihat dari wujud atau bentuk bangunan fisiknya saja, tetapi hendaknya diketahui, dimengerti serta dijalankan makna pesan-pesan yang tersirat dan tersurat, agar dapat menjadi tuntunan menjalankan kewajiban hidup di dunia dan akhirat”
Karaton atau keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang bermakna tempat tinggal seorang ratu atau raja. Karaton Surakarta Hadiningrat didirikan pada tahun 1745 sebagai istana resmi yang menggantikan karaton Kartasura yang rusak akibat peristiwa pemberontakan geger pacinan. Tata Wewangunan ( tata bangunan ) Karaton Surakarta memiliki banyak nilai-nilai religius dan simbolik. Bangunan keraton direncanakan sedemikian rupa, sebagai cerminan dari mikrokosmos (dalam hubungannya dengan rakyat) dan makrokosmos (dalam hubungannya dengan Tuhan).
Tata letak area disekitaran karaton sendiri juga telah diatur sedemikian rupa yang sekarang telah berubah menjadi nama-nama kampung di kota Surakarta. Beberapa di antaranya disebut menurut nama pangeran yang mendiami tempat itu, antara lain : Adiwijayan, Mangkubumen, Jayakusuman, Suryabratan, Kusumabratan, Sumadiningratan, dan Cakranegaran. Di samping itu terdapat pula kampung-kampung yang disebut menurut nama abdi dalem yang pangkatnya lebih rendah, antara lain Secayudan, Derpayudan, Nonongan, Mangkuyudan, Selakerten, dan Jamsaren. Khusus untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid Agung diberi tempat tinggal disekitar masjid itu dan dikenal dengan nama Kauman. Abdi dalem karya mendapat tempat tertentu dan mereka berdiam secara berkelompok menurut jenis pekerjaannya,sehingga terdapatlah kampung-kampung Sayangan, Gemblegan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, Undagen, dan Kepunton. Ada juga kampung-kampung yang disebut menurut jabatan orang yang mendiami tempat itu, seperti Carikan, Jagalan, Gandhekan Kiwo, Gandhekan Tengen, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan, dan Gadhingan.
Sedangkan di dalam Karaton sendiri, Secara umum, pembagian bangunan keraton dibagi menjadi : Tugu Pamandengan, Kompleks Alun-alun Lor, Kompleks Sasana Sumewa, Kompleks Sitihinggil Lor, Kompleks Kamandungan Lor, Kompleks Sri Manganti, Kompleks Kedhaton, Kompleks Magangan, Kompleks Sri Manganti Kidul dan Kamandungan Kidul serta Kompleks Sitihinggil Kidul dan Alun-Alun Kidul.
Setiap bangunan-bangunan dalam Karaton Surakarta dibangun dengan makna filosofis yang dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan manusia. Penataan bangunan Keraton yang berawal dari Tugu Pamandengan hingga menuju Gapurendra di Selatan mengandung makna filosofi tentang perjalanan hidup manusia yang akan kembali kepada Tuhan atau yang dikenal dengan istilah Jawa ‘sangkan paraning dumadi’. Bangunan-bangunan dalam kompleks Karaton Surakarta awalnya tidak didirikan secara sekaligus, artinya tidak dalam kurun waktu yang sama, melainkan tiap - tiap raja yang berkuasa pada masanya menambahkan bangunan-bangunan baru secara bertahap.